Rawon bukan sekadar makanan, tapi representasi budaya Jawa Timur yang telah bertahan sejak zaman kerajaan. Sup daging sapi berkuah hitam ini terkenal karena penggunaan kluwek yang menghasilkan warna serta aroma khas. Tak hanya digemari di Surabaya, Malang, atau Probolinggo, rawon kini sudah menjadi simbol kuliner Indonesia di mata dunia.
Asal-Usul dan Sejarah Rawon
Dari Prasasti ke Piring Makan
Sejarah rawon tercatat sejak abad ke-10, sebagaimana tertulis dalam Prasasti Taji di Ponorogo. Kata “rarawwan” merujuk pada hidangan daging berkuah yang diyakini sebagai cikal bakal rawon. Kuliner ini terus berkembang, diwariskan secara turun-temurun, dan tercatat pula dalam naskah kuliner Keraton Mangkunegaran.
Warisan Kerajaan Majapahit
Rawon disebut-sebut sebagai bagian dari jamuan kerajaan di era Majapahit. Kluwek sebagai pewarna alami kala itu dianggap eksotis dan menjadi komoditas penting. Cita rasa rawon mencerminkan perpaduan antara rempah-rempah lokal dan teknik pengolahan yang berkembang sejak era kuno.

Komposisi dan Teknik Memasak Rawon
Daging dan Kaldu
Bagian daging sapi yang digunakan biasanya sandung lamur atau sengkel, karena menghasilkan kaldu yang gurih. Untuk memperkaya rasa, beberapa resep tradisional juga menambahkan dengkul atau tulang sumsum sapi.
Peran Vital Kluwek
Kluwek atau keluak adalah biji dari pohon kepayang yang telah difermentasi. Biji ini memiliki rasa sedikit asam dan aroma kuat, serta menjadi kunci warna hitam khas rawon. Dalam memilih kluwek, hanya yang berwarna coklat kehitaman, tidak berbau tengik, dan tidak pahit yang digunakan.
Bumbu Halus dan Rempah
Bawang merah, bawang putih, jahe, lengkuas, kemiri, kunyit, serta ketumbar adalah rempah utama. Semua bumbu ini dihaluskan dan ditumis hingga harum sebelum dimasukkan ke dalam rebusan kaldu daging.
Proses Masak Tradisional
Setelah bumbu ditumis, dimasukkan ke dalam kaldu daging, lalu dimasak perlahan. Daun jeruk, daun bawang, dan serai menambah aroma segar. Proses memasak rawon bisa memakan waktu hingga 2 jam agar daging empuk dan bumbu meresap sempurna.
Ragam Rawon dari Berbagai Daerah
Rawon Setan Surabaya
Dinamai “setan” karena disajikan malam hari dan memiliki rasa pedas yang ekstrem. Rawon ini populer di kalangan pecinta makanan pedas dan sering disantap dengan nasi panas serta sambal terasi.
Rawon Nguling Probolinggo
Varian yang satu ini lebih ringan, dengan kuah yang tidak terlalu kental. Disajikan bersama telur asin dan kecambah, Rawon Nguling menjadi pilihan utama saat sarapan di Jawa Timur.
Rawon Buntut dan Rawon Iga
Inovasi modern menghasilkan varian rawon berbasis buntut dan iga sapi. Teksturnya lebih empuk dan berlemak, cocok untuk penyajian spesial di restoran kelas atas.

Teknik dan Tips Memasak yang Autentik
Kualitas Bahan Menentukan Rasa
Gunakan daging segar dan kluwek pilihan. Rebus daging terlebih dahulu hingga empuk, baru masukkan bumbu agar rasa tidak menguap. Tumis bumbu hingga matang sempurna untuk memaksimalkan aroma.
Penyajian yang Sempurna
Rawon idealnya disajikan dengan nasi putih, tauge pendek, telur asin, sambal, jeruk nipis, dan kerupuk udang. Bawang goreng dan daun bawang menjadi sentuhan akhir yang memperkaya aroma.
Nilai Gizi dan Kandungan Rawon
Rawon kaya protein dari daging sapi dan lemak baik dari kluwek. Namun, karena mengandung lemak jenuh, konsumsinya perlu dibatasi bagi penderita kolesterol tinggi. Sajikan bersama sayuran dan buah agar tetap seimbang.

Rawon sebagai Representasi Kuliner Indonesia
Rawon telah tampil dalam berbagai ajang kuliner dunia. Cita rasanya yang kompleks namun harmonis menjadi daya tarik tersendiri. Dalam festival kuliner internasional, rawon kerap dipuji karena tampil beda dengan warna kuah yang pekat namun menggoda.
Warisan Rasa yang Harus Dijaga
Membuat rawon bukan hanya soal memasak, tetapi melestarikan warisan budaya. Setiap sendok kuah hitamnya adalah jejak sejarah, tradisi, dan kearifan lokal Jawa Timur. Di era modern ini, rawon terus beradaptasi, namun tetap mempertahankan jati dirinya sebagai sup hitam kebanggaan nusantara.